Oleh: Rohmawati, M. Pd.

Ada banyak ahli berpendapat tentang makna pendidikan, tentunya dengan berbagai presepsi yang berbeda-beda. Menurut undang-undang nomer 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sehingga pendidikan diharapkan dapat melahirkan output kognitif, afektif dan psikomotor.

H. Fuad Ihsan (2005: 1) menjelaskan bahwa dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai “Usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan kebudayaan”. Setiap manusia memiliki potensi pembawaan yang berbeda-beda. Potensi pembawaan akan menjadi sesuatu yang lebih bagi diri seseorang jika diasah secara terus menerus, dan dilakukan latihan secara konsisten. Artinya seseorang perlu segera menemukan aktivitas yang dapat meningkatkan potensi bawaan yang ada dalam dirinya dan kemudian dilakukan secara continue dan bervariasi. Maka disitulah terjadi proses pendidikan.

Makna pendidikan di atas selaras dengan tujuan pendidikan yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara, beliau menyampaikan bahwa pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya. Hal tersebut dapat dimaksudkan bahwa keberhasilan pendidikan pada seseorang dapat dilihat ketika seseorang tersebut dapat cepat beradaptasi dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Beradaptasi bukan berarti mengikuti apa yang ada dilingkungannya, akan tetapi dengan pendidikan seseorang dapat survive terhadap lingkunganya dengan segala hal yang terjadi pada lingkungan tersebut. Karena lingkungan dapat menjadi media pendidikan bagi seseorang. Akan tetapi lingkungan tidak selamamnya dapat mengajarkan yang baik bagi perkembangan hidup seseorang.

Prof. Syed Naquib Al-Attas dalam bukunya “filsafat dan praktik pendidikan islam” yang di terjemahkan oleh Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud, menyatakan bahwa, pendidikan islam adalah sarana untuk membangun sumber daya manusia dan penanaman nilai kemanusiaan, menciptakan suasana dan tatanan kehidupan masyarakat yang beradab dan berperadaban. Dengan proses pendidikan yang baik, maka akan melahirkan generasi yang berkualitas, dan kumpulan dari generasi yang berkualitas akan menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang yang baik. Dalam Al Qur’an surat Al BAqoroh ayat 129 menyebutkan : ” Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha bijaksana”. Rosulullah SAW sebagai reformis dunia, yang mengajarkan kepada generasi sebelum, pada saat dan sesudahnya menjadi manusia yang berkualiatas yang dapat membangun peradaban sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah.

Proses pendidikan yang diberikan kepada seseorang harus sesuai dengan tingkat usianya, supaya tujuan dari pendidikan itu sendiri dapat tercapai. Kebiasaan yang ada di masyarakat, sarana penunjang pendidikan, materi atau konten yang diberikan dalam proses pendidikan juga harus dapat diserap oleh anak dalam menunjang potensi bawaan dirinya menjadi berkembang. Ada 3 (tiga) pilar yang menentukan suksesnya pendidikan sesuai dengan tujuan yang diharapakan, terutama di masa pendemi COVID-19 seperti saat ini. 3 pilar tersebut dapat dibaca pada penjalasan di bawah ini.

Guru Dan Sekolah Dalam Proses Pendidikan

Dalam arti yang lebih luas, guru adalah seseorang yang memberikan pengajaran dan pembelajaran kepada orang lain baik melalui lisan maupun perilaku yang ditampakkan dalam gerak-geriknya setiap hari, baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga orang lain yang menerimanya mendapatkan satu tambahan nilai positif untuk dirinya. Secara spesifik guru dapat dikatakan sebagai orang yang mendidik, mengadakan pengajaran, memberi bimbingan, menambahkan pelatihan fisik atau non fisik, memberikan penilaian, dan melakukan evaluasi berkala berkaitan dengan satu ilmu atau lebih kepada seluruh peserta didik. Menurut undang-undang nomer 14 tahun 2005, guru tenaga pendidik profesional di bidangnya yang memiliki tugas utama dalam mendidik, mengajar, membimbing, memberi arahan, memberi pelatihan, memberi penilaian, dan mengadakan evaluasi kepada peserta didik yang menempuh pendidikannya sejak usia dini melalui jalur formal pemerintahan berupa Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah.

Guru juga dapat dikatakan sebagai orang yang diserahi tanggung jawab sebagai pendidik di lingkungan sekolah, sehingga guru diibaratkan sebagai orang tua kedua dari orang tua yang ada di rumah. Kerapkali peserta didik lebih percaya dengan gurunya dari pada dengan orang tuanya. Disinilah guru juga punya peran dalam menyusupka nilai-nilai ketaatan kepada orang tua apapun kondisinya.

Sekolah sebagai lembaga/tempat untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran sangat membutuhkan peran guru yang cukup besar. Sekolah sebagai tempat yang membantu menumbuh kembangkan ilmu, potensi dasar dari siswa / peserta didik  tidak hanya dalam aspek ilmu / intelektual, akan tetapi juga dalam aspek kepribadian, tingkah laku, akhlaq dan juga ideologi, tentunya juga membutuhkan seorang guru, pendidik, pembimbing dan juga pendamping yang tidak hanya secara fisik hadir di sekolah, akan tetapi ruh, jiwa serta panggilan hati sebagai seorang pendidik harus turut serta dalam menjalankan fungsi dan tugasnya di sekolah.

Peserta didik yang terlahir dari seorang guru yang mendidiknya dengan ruh dan jiwanya, maka berbeda hasilnya dibandingkan dengan siswa yang terlahir dari seorang guru yang hanya mengejar materi duniawi atas apa yang sudah diperbuat untuk siswanya. Ada semacam keberkahan dan kebermanfaatan atas ilmu yang sudah diberikan oleh guru yang hadir sepenuh hati untuk siswanya. Peserta didik/siswa yang seperti ini akan memiliki nilai positif di lingkungan keluarga, dan masyarakat lingkungan sekitarnya. Ilmu yang dia pelajari memberikan manfaat untuk keluarga dan lingkungan sekitarnya serta memberikan ketenangan bagi dirinya sendri dan lingkungan sekitarnya.

Orang Tua Dalam Proses Pendidikan

Keluarga dan lebih spesifik orang tua adalah lingkungan pertama dan paling utama dalam pembentukan kepribadian seorang anak. Oleh Karena itu, dalam proses mendidik anak, kedua orangtua sepatutnya memiliki ilmu dan wawasan terkait berbagai cara terbaik dalam mendidik. Terutama pada cara/metode terbaik dalam mendidik anak. Di dalam ajaran agama Islam, metode terbaik dalam mendidik anak adalah seperti yang sudah dilakukan oleh Rosulullah SAW. Menurut Kamisah (2009), hal tersebut dikarenakan : (1) Konsep pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah konsep pendidikan yang bersumber dari wahyu Allah SWT dan dinilai mampu mencetak generasi muslim yang shalih; baik secara individu maupun sosial; (2) Pendidikan ala Rasulullah saw terdiri dari beberapa tahapan yang harus dipenuhi orang seorang pendidik/orangtua. Untuk penentuan keberhasilannya para orangtua/pendidik dituntut agar mendidik anak sesuai dengan perkembangan dan perbedaan karakter yang mereka miliki; dan (3) Pendidikan ala Rasulullah saw merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etso anak.

Orang tua dalam mendidik anak, seharusnya berdasarkan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Orang tua hendaknya senantiasa melakukan pendampingan untuk memastikan Segala aktifitas anak mulai bangun tidur sampai dengan tidur lagi sudah sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Al Qur’an dan As Sunnah. Sungguh ini tidak mudah, apalagi dihadapkan pada orang tua yang memiliki aktifitas di luar rumah/bekerja. Akan tetapi perlu ada usaha yng kuat untuk terus berupaya menjalankan hal tersebut, tentunya dengan cara-cara yang tidak biasa.

Dalam mendidik anak, kita sebagai orang tua juga perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain : orang tua perlu menampilkan tauladan dari diri mereka, orang tua penting sekali mencari waktu yang tepat untuk memberikan pengarahan kepada anak. Jika memiliki lebih dari 1 anak, maka orang tua harus dapat berlaku adil antara satu dengan yang lain. Adil bukan berarti memberikan sama rata antara satu dengan yang lain, akan tetapi adil adalah memberikan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini yang terkadang anak dapat memahaminya berbeda, disinilah peran orang tua untuk dapat memahamkan kepada anak dengan cara yang terbaik, dengan memperhatikan karakter dari masing-masing anak.

Jika hal-hal tersebut di atas dapat dilakukan oleh orang tua dengan baik, maka anak akan terlahir menjadi manusia yang memiliki intelektual, spiritual, dan mental yag kuat.

Siswa Dalam Proses Pendidikan

Siswa adalah istilah bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan dari masing-masing satuang pendidikan. Siswa bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah manusia yang sedang tumbuh  dan berkembang, baik secra fisik, mental maupun spiritual. Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa yang dapat mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dari sini dapat dilihat bahwa siswa adalah objek dalam proses pendidikan.

Siswa sebagai objek hidup dalam proses pendidikan tentunya tidak bisa diperlakukan layaknya benda mati, karena mereka memiliki otak, dan hati dimana otak dan hati memiliki keinginan dan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Keinginan dan kebutuhan Otak maupun hati siswa adalah kondisi internal yang sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal mereka.

Pendidikan di masa Pandemi COVID-19

Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik/siswa yang secara aktif kita lakukan dalam rangka mengembangkan potensi diri siswa, saat ini di masa pandemic Covid-19 mengalami hambatan. Ada hambatan bukan berarti berhenti dan tidak melakukan sesuatu. Perkembangan kompetensi siswa bukanlah mesin yang dapat dimatikan kapan saja selayaknya mesin potong rumput. Perkembangan kecerdasan siswa tidak dapat di tunda. Oleh karena itu, dengan kondisi yang terbatas, maka langkah pikiran kita tidak boleh terbatas. Guru dan sekolah harus terus melangkah. Guru dan sekolah harus terus menggali kreativitas dan inovasi. Orang tua harus terus melangkah. Orang tua harus terus menggali kesabaran dan ketekunan. Siswa tidak boleh berhenti dan berbelok arah, siswa harus terus melangkah dan istiqomah.

Guru dan sekolah, orang tua, serta siswa adalah 3 pilar yang harus tetap berdiri kokoh dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang sudah di cita-citakan. Proses pengajaran dan pembelajaran harus tetap berjalan. Generasi yang unggul, generasi yang berkarakter dan berwawasan global harus terwujud, meskipun di masa pandemi. 3 pilar tersebut harus memiliki kompetensi-kompetensi yang strategis dan harus segera dibangun saat ini. Kompetensi-kompetensi strategis tersebut antara lain: (1) Komunikasi, (2) Kolaborasi/Kerjasama, (3) Kreatifitas, dan (4). Critical thinking.

Komunikasi sering diartikan sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain”. Pada saat ini, guru dan sekolah, orang tua, serta siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Mereka diberikan kesempatan menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya. Guru dan sekolah harus mampu berkomunikasi secara efektif dalam memberikan layanan pendidikan kepada orang tua dan siswa. Komunikasi yang paling efektif saat ini adalah komunukasi jarak jauh. Komunikasi jarak jauh dilakukan tentunya dengan menggunakan media elektronik. Saat ini media elektronik sudah sangat canggih dalam mendukung proses komunikasi, akan tetapi pengguna perlu diberikan edukasi supaya tidak salah dalam menggunakan media komunikasi ini. Bahasa yang sopan, kalimat yang tertata, waktu yang tepat adalah bagian penting dari komunkasi antara guru dan sekolah, orang tua serta siswa. Kalimat yang to the point yang disampaikan guru dan sekolah melalui media komunikasi terkadang kurang bisa diterima  oleh orang tua, lantaran terdapat masalah di dalam rumah khususnya di masa pandemi ini. Guru dan sekolah juga harus memiliki media komunikasi yang efektif dalam memberikan layanan pendidikan di masa pandemi.

Teknologi digital memberikan  pengaruh yang besar dalam memberikan layanan pendidikan yang terbaik kepada orang tua dan siswa. Begitu pula orang tua dan siswa juga harus menyampaikan dengan baik ide, saran, kritik dan masalah-masalah terkait layanan pendidikan kepada guru dan sekolah.  Orang tua dan siswa juga perlu menguasai teknologi digital untuk mewujudkan komunikasi yang efektif. Tentunya tidak diinginkan jika layanan pendidikan kepada siswa ini terhambat lantaran orang tua yang tidak menguasai teknologi komunikasi. Atau yang lebih parah lagi ketika orang tua tidak peduli dengan kebutuhan putra-putrinya terkait teknologi digital. Semua sumbatan yang terjadi pada guru dan sekolah, orang tua serta siswa akan terbuka jika dilakukan komunikasi yang baik diantara mereka.

Kompetensi strategis yang kedua adalah kolaborasi/kerjasama. Untuk menyongsong kesuksesan pendidikan siswa pada masa pandemi dibutuhkan prilaku kerjasama antara guru dan sekolah, orang tua, serta siswa. Jika salah satu saja egois atas sesuatu hal dalam proses pendidikan dan pembelajaran, maka tujuan pendidikan tidak akan pernah tercapai. Dapat dicontohkan pada salah satu kompetensi dasar “menyampaikan pidato hasil karya pribadi dengan menggunakan kosa kata baku dan kalimat efektif sebagai bentuk ungkapan diri”, guru harus dapat memberikan pemahaman pada kompetensi tersebut kepada siswa dengan media yang efektif dan mengkomunikasikannya kepada orang tua dan siswa. Orang tua dan siswa harus bekerjasama dengan guru dan sekolah untuk memberikan respon terhadap pembelajaran tersebut dengan mengirimkan evaluasi tes atau non tes yang sudah disediakan oleh guru dan sekolah.

Pembiasaan dan pembinaan karakter siswa yang semula dilaksanakan di sekolah selama kurang lebih 8 jam, saat pandemi ini tentunya 24 jam dilakukan di rumah bersama orang tua. Hal tersebut dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara 3 pilar tersebut. Bagaimana guru dan sekolah tidak hanya melakukan monitoring terhadap kegiatan siswa selama di rumah, tapi juga melakukan sesuatu yang dapat meringankan orang tua dalam mendampingi putra-putrinya melakukan pembiasaan keislaman secara istiqomah.

Kompetensi strategis yang ketiga adalah kreativitas. Orang tua, siswa , guru dan sekolah harus memiliki kreativitas tinggi dalam menjalankan proses pendidikan dan pembelajaran. Setiap hari di rumah, berkumpul selama 24 jam bersama putra-putrinya, tentu akan menjadi bosan jika orang tua tidak memiliki ide kegiatan yang kreatif sesuai dengan usia anak-anak. Dan hal tersebut juga pasti akan mempengaruhi mood anak-anak dalam menerima pembelajaran dari guru yang dilakukan seacra virtual. Guru dan sekolah juga harus memiliki ide kreatif dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa secara virtual, aplikasi-aplikasi digital yang canggih dan mudah diakses anak-anak perlu terus ditingkatkan layananya.

Kompetensi strategis selanjutnya adalah critical thingking (berpikir kritis). Menurut wikipedia Berpikir kritis adalah konsep untuk merespon sebuah pemikiran atau teorema yang kita terima. Respon tersebut melibatkan kemampuan untuk mengevaluasi secara sistematis. Ada 2 (dua) komponen yang membentuk kemampuan seseorang dalam berpikiri kritis. Komponen tersebut antara lain yaitu, kemampuan untuk menghasilkan dan memproses informasi atau kepercayaan dan kebiasaan dengan berdasarkan komitmen intelektual. Pada masa pandemi saat ini banyak informasi yang beredar di media sosial terkait kondisi ekonomi, sosial, dan politik, baik yang hoax maupun yang falid, keduanya seakan-akan tidak dapat dibedakan mana yang hoax dan mana yang fakta.

Informasi-informasi yang beredar di masyarakat secara terus menerus akan mempengaruhi cara perpikir dan berperilaku masyarakat. Isu tentang administrasi sekolah menggiring masyarakat untuk berfikir sekolah gratis pengurangan biaya operasional sekolah dan lain-lain. Anak-anak tidak sekolah bukan malah diam diri di rumah untuk melakukan pembelajaran virtual, akan tetapi justru berlama-lama bermain di luar rumah, juga menjadi isu yang mendorong orang tua dan sekolah untuk segera malakukan layanan pendidikan secara tatap muka. Hal tersebut di atas tentunya diperlukan critical thingking dalam menyikapinya dan mengambil tindakan dalam rangka kemaslahatan semua pilar yang ada.